Peran dan Manfaat Radioterapi Dalam Kanker Rongga Mulut

Peran dan Manfaat Radioterapi Dalam Kanker Rongga Mulut.

Radioterapi dalam konteks primer, khususnya pada karsinoma sel skuamosa rongga mulut, biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan kemoterapi (kemoradiasi). Sebab, angka kontrol lokal tidak terlalu baik bila dengan radioterapi saja, bahkan dengan teknik IMRT sekalipun.

Pemberian radioterapi sebagai modalitas tunggal hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu, baik akibat potensi gangguan fungsional/kosmetik (misalnya tumor stadium awal pada palatum mole), kasus rekurensi pasca operasi, inoperability (akibat tumor ataupun komorbiditas), maupun atas permintaan pasien sendiri.

 

Pada kasus yang membutuhkan radioterapi sebagai modalitas tunggal, perlu dipertimbangkan pemberian brakiterapi ataupun pola fraksinasi non-konvensional (altered fractionation) untuk memberikan hasil yang baik. Pada pasien karsinoma sel skuamosa lidah anterior T1-2, Akine melaporkan bahwa pemberian brakiterapi interstisial memberikan hasil setara dengan pembedahan (survival 5 tahun 67%-74% dengan brakiterapi implantasi dibandingkan 77% dengan pembedahan).

Pada pasien karsinoma sel skuamosa rongga mulut semua stadium, pemberian fraksinasi non-konvensional mempunyai kontrol lokal yang setara dengan kemoradiasi. Dengan demikian, fraksinasi non-konvensional menjadi modalitas pilihan pada kasus yang tidak dapat menerima kemoterapi konkomitan.

Pada pasien yang inoperable, tetapi dapat menerima kemoterapi, kemoradiasi diterima sebagai pilihan utama, Kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi dapat dilakukan secara konkomitan selama radiasi, induksi sebalum radiasi, atau adjuvan setelah radiasi. Dalam meta-analisis oleh Pignon, hanya pemberian keduanya secara konkomitan yang diketahui memberikan manfaat jelas dalam hal survival, dengan HR 0,80 (95% CI, 0,72-0,89) untuk subsite rongga mulut, dengan perbedaan absolute survival sebesar 5,1% pada 5 tahun dengan pemberian kemoterapi konkomitan.

 

Selain pendekatan konkomitan, pendekatan induksi cukup banyak diusulkan sebagai alternatif utama setelah dipublikasikannya studi TAX 323 dan 324. Kedua studi tersebut sering kali digunakan sebagai dasar perbandingan tidak langsung dengan pendekatan konkomitan. Namun, perlu disadari bahwa keterwakilan subsite rongga mulut pada penelitian tersebut sangat terbatas. Selain itu, hingga saat ini belum ada penelitian yang secara nyata menunjukkan superioritas kemoterapi induksi dibandingkan dengan konkomitan sehingga strategi ini sebaiknya hanya digunakan dalam konteks penelitian klinis.

Regimen cisplatin merupakan strategi utama dalam kemoradiasi untuk karsinoma sel skuamosa rongga mulut. Secara umum, terdapat variasi dalam pemberian cisplatin, dengan argumen bahwa pemberuan cisplatin dengan skema mingguan (weekly) diyakini memberikan efek samping lebih ringan dibandingkan skema 3-mingguan (3-weekly). Akan tetapi, hanya regimen 3-mingguan yang mempunyai data lengkap sehingga dibutuhkan data lebih lanjut untuk mendukung pemilihan regimen yang diberikan. Dalam studi yang dilakukan oleh Noronha, dilaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan DSS dan OS antara pemberian cisplatin mingguan maupun 3-mingguan, namun terdapat perbedaan sebesar 14% pada risiko rekurensi lokoregional dengan pemberian regimen mingguan dibandingkan 3-mingguan.

Dalam hal toksisitas, tidak ditemukan perbedaan pada kejadian kematian akibat toksisitas, namun angka kejadian toksisitas derajat >3 (84,6% dengan 3-mingguan, 71,6% dengan mingguan) dan kebutuhan rawat inap (45,6% pada regimen 3-mingguan, 32,4% pada regimen mingguan) dilaporkan lebih tinggi.

Berdasarkan temuan ini, tampak bahwa regimen 3-mingguan berpotensi memberikan hasil lebih superior dibandingkan regimen mingguan, tetapi membutuhkan kehati-hatian ketika pengawasan pasien selama menjalani kemoradiasi.